Industri TPT Nasional Ditekan oleh Impor Ilegal: APSyFI Berperan Penting Ungkap Fakta!

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia dihadapkan pada tantangan serius akibat meningkatnya impor tekstil ilegal. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengungkapkan bahwa sekitar 28.480 kontainer TPT ilegal masuk ke Indonesia setiap tahunnya, menyebabkan tekanan besar pada industri TPT dalam beberapa tahun terakhir.

Ketua Umum APSyFI, Redma Wirawasta, mengungkapkan bahwa angka impor tekstil ilegal terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari perbandingan data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai impor TPT dengan data ekspor TPT dari China. Menurut data dari General Custom Administration of China pada tahun 2022, ekspor TPT China ke Indonesia mencapai US$6,5 miliar, sedangkan BPS mencatat impor TPT dari China hanya sekitar US$3,55 miliar.

“Dengan asumsi impor per kontainer senilai Rp 1,5 miliar, maka diperkirakan sekitar 28.480 kontainer TPT ilegal masuk setiap tahun atau sekitar 2.370 kontainer ilegal per bulan,” kata Redma dalam pernyataan tertulis pada Minggu (17/9/2023).

Berdasarkan data tahun 2022 tersebut, terdapat selisih mencapai US$2,94 miliar atau sekitar Rp 44,1 triliun (dengan kurs Rp 15.000) yang tidak tercatat dalam statistik resmi BPS. Hal ini merupakan peningkatan signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Redma memperkirakan bahwa pangsa pasar barang impor ilegal ini mencapai 41% dari nilai konsumsi TPT masyarakat pada tahun 2022 yang diperkirakan mencapai US$16 miliar. “Artinya, 41% dari TPT yang dikonsumsi masyarakat adalah ilegal. Hal ini sangat merugikan karena barang impor ilegal ini tidak membayar Bea Masuk dan Pajak, sehingga dapat dijual dengan harga yang sangat rendah di pasar domestik, menyebabkan produk lokal kehilangan daya saing,” jelasnya.

Permasalahan ini telah lama menjadi biang kerok terpuruknya kinerja industri TPT nasional. Redma menjelaskan bahwa angka ekspor tekstil China ke Indonesia senilai US$6,5 miliar, setara dengan 800 ribu ton atau sekitar 45% dari kapasitas produksi industri kecil menengah (IKM) garmen yang berfokus pada pasar domestik.

“Produksi sebanyak 800 ribu ton per tahun jika dilakukan oleh IKM dapat menyerap tenaga kerja sekitar 2,4 juta orang, dan ini belum termasuk dalam rantai produksi pembuatan kain, benang, serat, dan industri pendukung lainnya,” tambah Redma.

Oleh karena itu, Redma mendesak pemerintah untuk bertindak tegas baik dalam mengendalikan impor TPT ilegal maupun dalam mengawasi distribusi barang tersebut di pasar. Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah-langkah efektif guna melindungi industri TPT nasional dan mengendalikan masalah impor ilegal ini.

Selain itu, Redma juga mencatat bahwa situasi serupa terjadi dalam beberapa sektor lain, termasuk sektor dengan kesenjangan ekspor-impor antara Indonesia dan Singapura pada tahun 2022 yang mencapai US$17 miliar. Meskipun kesenjangan terbesar adalah dengan Singapura, impor ilegal dari Singapura didominasi oleh produk elektronik, sedangkan impor TPT ilegal tetap didominasi oleh produk dari China.