Penggunaan Minyak Kelapa Sawit sebagai Sustainable Aviation Fuel Dibahas dalam Diskusi KADIN Indonesia

Penggunaan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit sebagai opsi bahan bakar pesawat udara yang ramah lingkungan telah menjadi topik pembicaraan dalam diskusi “Fuels of the Future for Low Carbon Industri Solution” yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi bersama Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia) di Jakarta. Chairman Sinar Mas Agribusiness & Food, Franky Oesman Widjaja, menyampaikan optimisme terkait perkembangan ini.

Franky Oesman Widjaja menekankan bahwa Sinar Mas selalu berfokus pada pertumbuhan yang berkelanjutan. Dengan penggunaan bahan bakar penerbangan yang ramah lingkungan ini, diharapkan langit bisa kembali biru, menciptakan dampak positif pada lingkungan.

Pada kesempatan tersebut, Franky menjelaskan pentingnya kelapa sawit sebagai salah satu sumber daya alam terbesar Indonesia. Selain memberikan mata pencaharian bagi lebih dari 17 juta orang, kelapa sawit juga menjadi kontributor utama ekspor Indonesia dengan nilai mencapai sekitar US$40 miliar pada tahun 2022. Keunggulan minyak kelapa sawit terletak pada produktivitasnya yang tinggi, mampu menghasilkan 5-10 kali lipat lebih banyak per hektare perkebunan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.

Dengan hanya menggunakan delapan persen dari total lahan yang digunakan untuk memproduksi minyak nabati, kelapa sawit dapat menyumbang hingga 40% dari kebutuhan minyak nabati dunia saat ini. Hal ini membuat minyak kelapa sawit menjadi potensi biosolusi bagi kebutuhan dunia akan bahan bakar nabati rendah karbon yang berkelanjutan.

Indonesia telah melakukan upaya untuk mendekarbonisasi ekonominya melalui program B35, yang merupakan kebijakan pencampuran bahan bakar nabati terbesar di dunia. Program ini memiliki target penyaluran hingga 13,15 juta kiloliter biodiesel di tahun ini dengan potensi peningkatan lebih lanjut melalui teknologi seperti hydrotreated vegetable oil yang lebih efisien.

Langkah ini sejalan dengan upaya industri penerbangan untuk menjadi lebih ramah lingkungan. President Airbus Asia-Pacific, Anand Stanley, menyatakan komitmen Airbus untuk mengurangi konsumsi bahan bakar sebesar 80% selama 50 tahun terakhir. Airbus juga berkomitmen untuk menekan jejak karbon dalam seluruh siklus bahan bakar, termasuk produksinya sendiri.

Tantangan yang dihadapi oleh Airbus dan perusahaan penerbangan lainnya adalah ketersediaan bahan bakar penerbangan ramah lingkungan yang masih terbatas. Airbus berharap dapat berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, khususnya di Asia-Pacific, untuk mengembangkan bahan bakar penerbangan ramah lingkungan (minyak kelapa sawit) yang inovatif dan memastikan kapasitas produksi memenuhi kebutuhan. CEO Pertamina, Nicke Widyawati juga menekankan bahwa mencapai pemenuhan bahan bakar rendah karbon membutuhkan pendekatan holistik yang melibatkan pemerintah, swasta, investor, dan masyarakat.

Meskipun tantangan besar hadir, dengan pengembangan teknologi, regulasi yang mendukung, dan kesiapan masyarakat, kita dapat mengatasi tantangan ini dalam 10 tahun mendatang. Pengembangan bahan bakar nabati dari minyak kelapa sawit menjadi salah satu langkah yang menjanjikan dalam menjadikan industri penerbangan lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan di masa depan.